Angan Mulia POLRI Dibalik Pemberlakuan E-Tilang


Ilustrasi: Pemantauan lalu lintas menggunakan E-Tilang
Sumber: www.kompas.com 

Berlakunya kebijakan E-Tilang ditetapkan bertahap mulai dari kota-kota besar kemudian perlahan menyeluruh ke semua kota/kabupaten di tanah air. Sekilas mengikuti perkembangan realisasi E-Tilang di DKI Jakarta, nampaknya efektif membuat angka persentase pelanggaran lalu lintas menurun sebesar 44,2% (2021). Hal sama terjadi di Provinsi Jawa Timur yang mendeteksi adanya penurunan kasus tilang 2,46% (2020) dari tahun sebelumnya.

Ini membuktikan bahwa Sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) didukung teknologi Artificial Intelligence (AI) sangat mutakhir mengolah dan memproses data pelanggar lalu lintas secara real time. Sehingga proses tilang kini terotomatisasi, tahu-tahu pelanggar kedatangan ‘surat cinta’ berisi informasi detail waktu, identitas, nomor kendaraan, beserta bukti foto saat melakukan pelanggaran. Bagaimana tak efektif memberi jera, menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, besaran denda E-Tilang bervariasi mulai dari 250.000-750.000 ribu rupiah atau sanksi kurungan penjara maksimal 3 bulan sesuai tingkat pelanggaran. Hmm, lumayan juga ya.

Selain sistem yang otomatis melakukan pengawasan selama 24 jam, alur tilang pun tak seperti dahulu. Dokumen penting seperti STNK, KTP, bahkan kendaraan bermotor yang ditilang tak perlu disita polisi. Ketika datang surat tilang ke rumah anda, jangan lupa segera lakukan konfirmasi melalui website khusus E-Tilang masing-masing Polda. Setelah berhasil konfirmasi, beberapa penyelesaian kasus E-Tilang telah disiapkan, misalnya pembayaran denda menggunakan kode BRIVA yang didapat dari website E-Tilang daerah, website kejaksaan, bahkan tersedia juga pilihan mengikuti sidang.

Sekian kemudahan yang ada merupakan upaya Polri menyesuaikan situasi dunia yang makin lincah, tak terduga, kompleks, dan ambigu (VUCA World) dengan memanfaatkan perkembangan IT. Namun, tujuan keberhasilan utama pemberlakuan E-Tilang bukan sekadar penerapan teknologi paling canggih, atau menghimpun penerimaan denda tilang bagi negara. Sejatinya, kebijakan E-Tilang dikatakan berhasil manakala terbangun kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas.

Sekarang, mari kita tepikan perbandingan persentase pelanggaran lalu lintas masing-masing daerah, jika hanya untuk mengetahui mana yang berhasil atau gagal.

Saatnya memandang dari sudut pandang lebih luas tentang core values yang sedang dibentuk bagi masa depan masyarakat kita melalui kebiasaan kecil seperti mematuhi marka jalan, memakai pelindung kepala, serta tidak menerobos lampu merah ketika berkendara.

Inilah nilai-nilai yang dapat kita petik dari pemberlakuan E-Tilang.

1. Menjadi warga negara yang adaptif terhadap perubahan

Tak semua perubahan akan diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat. Pro dan kontra terjadi pada setiap kebijakan yang ditetapkan pemangku kepentingan. Di tengah masifnya perubahan menuju digitalisasi, semakin bertambah pula tugas masyarakat untuk belajar kembali mengenai alur suatu kebijakan dalam sebuah perangkat elektronik.

Bagi kelompok kontra, beralihnya layanan tilang yang semula didapatkan dari antrian panjang di kantor kepolisian ataupun pengadilan, sebetulnya disebabkan karena belum sepenuhnya mengerti atas informasi yang mereka butuhkan. Maka, tugas pembuat kebijakanlah untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sederhana dan mudah dipahami, serta menetapkan strategi sosialisasi yang menjangkau semua lapisan masyarakat. Khususnya untuk E-Tilang kita patut bernapas lega. Pasalnya layanan E-Tilang daerah tersedia melalui website yang bisa diakses dari perangkat apapun hanya dengan bermodalkan internet dan ponsel pintar.

Ilustrasi: Masyarakat beradaptasi pada digitalisasi setiap lini kehidupan

Era smart city bukan lagi cita-cita belaka, karena saat ini kita sedang terjun didalamnya. Salah satu kiat menghadapi peralihan digital yaitu dengan berbaik sangka dan membekali diri dengan literasi digital yang memadai.

Berbaik sangka untuk memahami bahwa pemberlakuan E-Tilang tak lain adalah untuk memudahkan layanan bagi warga negara seperti kita, yang sudah sangat bergantung pada smartphone di genggaman tangan. Dan sebagai negara dengan rata-rata waktu penggunaan internet 8 jam per hari, meluangkan sekian menit untuk membaca panduan layanan E-Tilang di daerah anda tentu bukan hal yang sulit bukan?

2. Menjadi pribadi yang mawas diri dan menghargai sesama

Tanpa anda sadari keberadaan polisi yang dulunya setiap waktu menanti di titik-titik rawan terjadinya pelanggaran lalu lintas sudah berkurang. Bukan berarti anda dengan leluasa tidak menggunakan sabuk pengaman, atau melupakan rambu lalu lintas yang justru seringkali menjadikan anda orang yang berbahaya bagi pengguna jalan lainnya. Ingat, kamera CCTV mengawasi jalan raya bahkan pada titik-titik yang tidak anda duga!

Ini bukan hanya soal patuh terhadap peraturan, tapi karena kita sudah dianggap cukup dewasa untuk memastikan keamanan berkendara diri sendiri maupun orang lain. Menjadi pribadi yang mawas diri untuk menghargai sesama adalah pengungkit menumbuhkan sikap disiplin, meskipun dari hal-hal kecil, seperti sering memeriksa kaca spion dan menjaga kecepatan sesuai rambu lalu lintas. Tanpa memiliki sikap mawas diri, kita tahu dengan pasti seperti apa pengendara egois yang mengancam banyak nyawa di jalan raya.

Ilustrasi: Berkendara dengan aman

3. Bagi orang tua: saatnya memupuk kecerdasan emosional anak melalui kebiasaan selama berlalu lintas

Ilustrasi: Rendahnya kesadaran disiplin lalu lintas pada remaja

Tahukah apa yang menjadikan masyarakat Jepang punya tingkat kedisiplinan tertinggi di dunia?

Jawabannya, mulai dari mengajarkan sikap patuh untuk hidup lebih terstruktur sejak dini. Disiplin terbentuk dan terpatri dalam diri seseorang ketika ia didorong untuk terbiasa. Sehingga tentu orang tua punya peran vokal membentuk kepatuhan anak-anaknya, tak terkecuali membiasakan safety ride. Selain kepatuhan, nilai yang dapat diajarkan pada anak-anak melalui kebiasaan berkendara dengan aman adalah melatih kecerdasan emosional mereka (EQ).

Belakangan sering muncul berita viral oknum pelanggar lalu lintas justru lebih galak dalam mencari pembelaan atas kesalahannya. Sungguh, negeri ini menuju krisis kecerdasan emosional yang nyata. Ketika semua berlomba-lomba meningkatkan IQ, terkadang yang tak kalah penting seperti EQ justru terlupa.

Semula mungkin kita menepati peraturan lalu lintas karena dijaga oleh aparat yang senantiasa menjaring para pelanggar. Jika kepatuhan didasari rasa takut, ada kecenderungan melanggar saat figur yang ditakuti tidak ada. Maka dari E-Tilang kita membiasakan punya kendali diri yang baik supaya jadi pedoman anak cucu kita selama berkendara di jalan raya.

Ditulis untuk mengikuti Lomba Kreasi "Setapak Perubahan" POLRI 2022
Dalam rangka Hari Bhayangkara ke-76th
@divisihumaspolri
#setapakperubahanpolri

Posting Komentar

0 Komentar