Si Pendatang Baru #1

Binar putih di ufuk timur perlahan menyinari lekukan bukit hijau bermandikan tetes-tetes embun sejak sepertiga malam. Setiap detik makin menegaskan kontur meliuk-liuk berselimut padang rumput liar, bayang rimbun pepohonan, dan sekumpulan ngengat hilir mudik beterbangan menembus udara pagi mencari tempat ternyaman untuk tidur. Di tengah termometer kota menunjuk tepat 8 derajat celcius, suara ayam jago di peternakan desa mulai bersahutan melatih vokalnya. Ini adalah penanda mulainya aktivitas manusia di puncak perbukitan blackmore.

Sumber: https://www.instagram.com/dargeelingtea/

Fajar terbit seperti hari biasanya di Shaftesbury, tetap indah dan menakjubkan. Pemilik pusat pertokoan di High Street mulai mengencangkan tali apron mereka dan tenggelam dalam kegiatan masing-masing. Pemilik toko bunga Fleurs, Mam Terry, terlihat mengubur bibit ke dalam pot-pot kecil di atas meja kerjanya yang menghadap ke jalan raya.  Sir Joe, pengelola toko perkakas sibuk mencatat stok barang kecil besar yang tertata rapi di masing-masing rak kayu sambil sesekali menghilang dibalik pintu gudang di sisi meja kasirnya. Begitu juga para baker dan patissier di rumah panggang Bibi Janette. Beberapa menakar tepung dan ragi, sebagian lagi memijat dan memukul-mukul adonan hingga kalis.

Tak kalah sibuk lagi, puluhan penyewa kios di tepian Town Hall nampak menyortir dan mempercantik gerai masing-masing. Berbagai barang dagangan seperti sayur buah hasil kebun, cinderamata unik, pakaian-pakaian murah, buku dongeng lawas yang tak lagi diterbitkan, dan benda menarik lainnya. Hari ini para pedagang bersiap dengan maksimal menyambut hari kamis yang berbeda dibandingkan minggu-minggu sunyi sebelumnya.

“Tolong beri jalan!” pekik seorang petugas keamanan berseragam putih hitam lengkap dengan rompi hijau muda terlihat susah payah mengayuh pedal sepedanya melewati barang-barang penyewa kios yang berserakan di trotoar.

“Lebih baik kau segera rapihkan ini sebelum pengunjung datang” imbuhnya sambil turun dari sepeda.

“Ada apa, Mark? Pagi-pagi begini?” tanya Sir Joe keluar dari tokonya persis di depan kios penjual buah yang kena omelan petugas itu.

“Telepon dari rumah di Saint James Street, Sir, ada bau asing menyebar di sekitar sana”

“Oh, Ya Tuhan! Sebaiknya kau segera temukan sumber bau itu dan menghilangkannya. Kau tahu ini hari kamis, kan? Sebentar lagi banyak orang memadati tempat ini pertama kalinya setelah dua tahun mati suri karena wabah”

“Ya, aku tahu, kalau begitu─”

“Hei, Mark!” sesaat seorang wanita bertubuh tambun memakai penutup kepala berlari ke arah mereka. “Kau sudah dengar? Kolegaku di bawah sana baru saja menelepon katanya rumahnya dipenuhi bau yang menyengat”

“Ya, Bibi Jane, saya sedang menuju kesana”

“Jangan sampai bau itu dibawa angin kesini, masih tersisa dua belas loyang lagi yang belum kupanggang. Aku bisa rugi”

“Tenang Bibi, dan Sir, semoga sumber bau itu bisa ditemukan secepatnya sebelum pengunjung datang. Sekarang tolong bantu saya untuk tetap tenang dan lanjutkan aktivitas kalian, jangan buat kegaduhan. Okay?” Laki-laki berambut merah itu berusaha menenangkan keduanya. Dua orang itu mengangguk dengan pandangan penuh harap. Mark menaiki sepedanya dan menoleh sejenak, “Saya pergi dulu”.

Sumber: https://www.instagram.com/dargeelingtea/

Mark mengayuh sepedanya menuju gang sempit di sebelah kiri Town Hall, lalu mengambil jalur kecil di sebelah kiri menuju Park Lane yang tembus ke rute Park Walk. Tentu ia tak bisa mengambil jalan lurus menuju jalan Gold Hill yang melegenda itu sebab hanya boleh dilewati pejalan kaki saja. Setelah melewati jalan pintas memotong taman, sampailah ia di depan rumah berdinding merah bata. Seorang kakek berkacamata tebal dengan tubuh sedikit bungkuk menyambut kedatangannya.

“Saat terbangun dari tidurnya untuk ke toilet, istriku membau sesuatu yang asing dari luar jendela dapur. Aku membantunya mencari pusat bau itu di halaman belakang, tak ada apapun, tapi bau itu semakin tercium”

Mark mencatat pengakuan kakek itu di buku sakunya, “Pukul berapa?”

“Sekitar pukul 3 dini hari”

“Bisa mendeskripsikan baunya lebih detail?”

“Bau yang tak pernah kucium sebelumnya, seperti garam di lautan, sedikit asam, seperti fermentasi. Lalu─” Sambil tersengal-sengal karena napasnya yang pendek, kakek itu coba mendeskripsikan bau yang mengganggunya.

“Uh, maaf saya tidak bisa membayangkan apapun dari penjelasan anda”

“Coba kau tunggu sebentar, baunya akan segera terbawa angin kemari”

Benar saja, lima menit kemudian angin berhembus agak kencang membuat pohon tomat rimbun di halaman sang kakek ikut bergoyang. Di antara hembusan angin, bau tipis namun tegas masuk ke rongga hidungnya. Dirinya pun tak bisa memastikan bau apa itu. Alis merahnya mengernyit.

“Hmm, setidaknya bukan bau mayat. Sepertinya ada yang memasak sesuatu di sekitar sini, Pak”

“Oh ya, hampir terlupa. Entah mengapa pagi ini saya habiskan dua potong sandwich telur ukuran medium yang disiapkan istri, meski ada bau yang mengganggu” kemudian ia menambahkan, “Biasanya satu sandwich pun tak habis”. Mark menyengir mendengar pengakuan tersebut.

“Saya akan panggil beberapa rekan kemari. Kita akan mengetuk pintu rumah dan pondok penginapan yang ada di sekitar Saint James Street dan Kingsman Lane mencari tahu sumber bau itu. Saya takut baunya bisa sampai ke atas dan mengacaukan market day”

Mark membungkukkan badan lalu mengeluarkan ponsel di sakunya. Sepuluh menit kemudian dua orang berseragam seperti Mark datang dengan sepeda mereka. Ketiganya memulai pencarian bau misterius yang tiba-tiba muncul menggegerkan segelintir penduduk kota kecil di puncak bukit itu sebelum tercium pengunjung market day. Dua orang bertugas mengunjungi rumah dan pemondokan di tepian Saint James Street. Sedangkan Mark bertugas di Kingsman Lane, gang kecil sepanjang dua ratus meter penuh semak belukar, beberapa pohon buah plum, dan berbagai macam bunga liar beraneka warna. Hanya ada tujuh rumah berhalaman luas di kanan kiri Kingsman Lane yang teduh.

Sumber: https://www.instagram.com/mellow.meraki/

Sebuah taksi berhenti tepat dibelokan menuju Kingsman Lane, seorang laki-laki berwajah asia dengan kumis dan jenggot tipis di dagu turun dari dalam taksi membawa ransel coklat di punggungnya. Setelah taksi itu pergi, ia merapihkan mantel hitamnya yang kusut akibat berkendara selama berjam-jam. Laki-laki itu tak setinggi orang Eropa, mungkin tingginya sekitar 170 cm saja. Namun air mukanya tegas dan pandang matanya tajam meski terhalang kacamata. Sambil sesekali menguap dan menggosokkan kedua telapak tangannya yang kedinginan, tubuhnya lambat laun menghilang dibalik pepohonan Kingsman Lane.

Laki-laki itu melambatkan langkah setelah melihat sepeda petugas keamanan terparkir di depan pagar rumah tetangganya. Pagar kayu yang tak seberapa tinggi membuatnya mudah melihat dua orang berdiri di pekarangan rumah, seorang perempuan paruh baya berambut pendek dan petugas keamanan. Batinnya bertanya-tanya, namun bergegas ia mempercepat langkah kaki menuju rumah paling ujung. Baru satu meter langkah kakinya melaju, petugas itu menyapanya.

“Selamat pagi, Tuan”

“Oh, ya, selamat pagi. Boleh saya tahu apa yang terjadi?” Kini langkahnya benar-benar terhenti menunggu Mark datang menghampirinya.

“Mark, kepala petugas keamanan di wilayah ini” katanya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan, laki-laki itu menyambutnya. “Sepertinya anda yang menempati rumah paling ujung disana, bukan? Saya dengar ada orang Asia yang baru pindah di lingkungan ini”

“Ya, Saya Hasan. Baru pindah dua minggu lalu”

“Senang bertemu denganmu, Sir Hasan. Sayang sekali kita bertemu di situasi yang kurang pantas. Saya dapat laporan ada bau mengganggu di sekitar sini, dan sekarang saya sedang mencarinya”

“Bau apa?”

“Tunggu beberapa saat lagi, anda akan dapati bau itu dibawa angin. Saya akan mengunjungi rumahmu setelah menyelesaikan tiga rumah lagi. Saya harus selesaikan mengecek rumah ini dulu, sampai nanti, Sir” 

Ia melihat petugas itu kembali masuk ke pekarangan tetangganya. Sesaat benaknya kembali bertanya-tanya. Bau yang dibawa angin? Mungkinkah?

Sayangnya sepanjang jalan ia tak bisa mencium apapun. Tubuhnya masih mencoba beradaptasi di udara dingin yang tak pernah ia dapati di kampung halaman. Sudah seminggu pula ia diserang flu yang menyumbat hidungnya. Jemarinya kadang kaku jika terlalu lama dibiarkan tak bergerak. Ia mempercepat langkahnya menuju rumah terakhir di gang itu.

Sumber: https://www.instagram.com/dargeelingtea/

Posting Komentar

10 Komentar

  1. Kak, ini bagus banget. Suka sama gaya bahasa Kakak yang membius iniii. 🤍🤍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, alhamdulillah jika berkenan dihati Ka Vinaa. Saya masih belajar juga, Ka Vina pun nggak kalah indah rangkaian katanya. Luv banget

      Hapus
  2. Huhu, sukaa banget sama cerita yang gaya penulisannya kayak kakak. Dari gambar-gambar yang ditampilin bikin suasananya kerasa banget, jadi nunggu eps selanjutnya.
    Melihat day1 post nya udah sebagus ini kayaknya kakak udah banyak berkarya.. semangat kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, Alhamdulillah Ka kalau berkenan. Saya belum punya karya apa-apa kecuali skripsi dan tesis (Insya Allah), masih sangat newbie di dunia creative writing. Tulisan kaka pun sangat insightful, jangan lelah untuk menginspirasi ya kaa!

      Hapus
  3. Love this piece! Mirip kejadian pengalaman kami di Turki dulu kalau kami sedang masak terasi. Hehehe.. kalau boleh tahu, apakah cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, Alhamdulillah jika berkenan di hati Ka Nia. Ehh, kok kena spoiler sedikit, jangan-jangan ini cerita Ka Nia yang saya tulis? Hihihi. Kebetulan tulisan ini pure fiction dari daydreaming saya, namun beberapa hal dan karakter dibangun dari orang-orang terdekat. Btw, suka banget tulisan Ka Nia yang mudah dicerna pakai format listicle ituu. Terus update ya kaa, bakal sering ngintipin nih

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ceritanya bagus banget kak😭, aku suka banget gaya bahasanya soalnya keren banget terus ditambah sama gambar-gambar yang bikin ceritanya makin hidup😍😍
      Jadi nggak sabar nunggu part selanjutnya, ditunggu ya kak part selanjutnya

      Hapus
  5. Ceritanya membangkitkan imajinasi saya, seolah sedang berada di sana, menjadi salah satu tetangga dan ikut meramaikan kehebohan bau yang menyengat itu.. Semangat mbak Tasya. Ini cerpen or cerbung kah?

    BalasHapus