Berkelana di Madiun Kota Gadis #2

Melanjutkan kisah perjalanan Ayik Family di  Madiun Kota Gadis, khususnya sehabis mengisi perut di Pecel 99.

Rombongan lima manusia kekenyangan ini berniat mencari masjid atau mushala.

Berbekal maps di genggaman kondektur—si Pak Ayik sendiri tentunya, kami berhenti di sebuah masjid sekitar 5 menit dari tempat makan siang.

Kurang lebih begini penampakan masjid yang sempat terekam lensa kamera.

Antik dan kuno, bukan?

Awalnya saya kira bangunan persis di samping jalan raya ini adalah sebuah pendopo. Ternyata ini bagian selasar masjid. Suasananya membuat seakan kembali ke era Kerajaan Mataram.

Eh. Bicara soal Kerajaan Mataram, jejak historis yang terlihat pada sekian bangunan bersejarah di Madiun condong ke karakter Jawa Tengah-an. Meskipun memang letak Madiun masih berada di Provinsi Jawa Timur.

Saya sepakat sih, sebab selama pelancongan kami di kota ini, nuansanya sedikit terasa seperti di Yogyakarta. Apa cuma perasaan saya aja? Yang pernah ke Madiun coba tulis pendapatnya di bawah ya.

Kembali menyoal masjid kuno. Pada sisi kanan bangunan ini terdapat gapura menuju ke suatu tempat entah ke mana. Gapura itu mencolok, bentuknya kental dengan arsitektur jaman Majapahit berkuasa. Hanya saja kali ini lebih meriah akibat cat warna-warni terlukis di sana.

Ada yang tahu itu tempat apa?

Sayangnya, menurut saya tempat wudhu di masjid ini kurang hijab friendly. Letaknya terlalu dekat parkiran motor dan jalan raya, apalagi tidak ada penutup tambahan membuat siapapun yang lewat bisa melihat aktivitas bongkar-pasang hijab.

Usai beribadah dan duduk-duduk di ubin masjid yang sejuk, perjalanan kami berlanjut ke pusat kota.

Jujur takjub dengan Kota Madiun, selain bersih tata kotanya pun sangat menggambarkan salah satu dari sekian banyak julukan lainnya, yaitu Kota Bunga.

Sepanjang jalan kami lihat banyak bunga rimbun bermekaran mendukung ornamen-ornamen yang dipasang pemerintah kota. Sayangnya tak sempat terfoto karena kami terus melaju sambil terkagum-kagum.

Kami menuju ke area Jalan Pahlawan tempat pusat keramaian berada. Sudut metropolis di tengah kota penuh ragam budaya.

Di sini bisa kita jumpai beberapa pertokoan hingga pusat perbelanjaan. Bisa dibilang akses dari satu pusat perbelanjaan ke tempat lainnya cukup ditempuh jalan kaki saja. Dekat banget!

Apalagi layanan pejalan kaki tersedia lengkap dan terawat, dari trotoar hingga jembatan penyebrangan orang. Tak asal ada, semua dihias dengan pernak-pernik ciri khas Kota Madiun.

Dulu, kami sekeluarga ingat betul pernah menginap di Hotel Merdeka lalu menghabiskan waktu di Plaza Madiun. Nah, hari itu kami coba mengulangnya kembali.

Kami mengunjungi Matahari Departement Store dan Plaza Madiun. Keduanya tak jauh, bisa ditempuh jalan kaki selama sepersekian menit sambil menikmati suasana.

Hari itu Madiun cukup ramai, sebab berbarengan dengan Festival Pecel Pincuk yang diadakan pemerintah kota.

Kepadatan pengunjung dari dalam dan luar kota tak mengurangi sedikit pun kenyamanan berkelana di sana.

Sampai sini dulu perjumpaan kita. Berlanjut ke part berikutnya ya!

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Aku bacanya kayak ikutan mudik sama Kak Tasya, wkwk. Keluarga Kak Tasya pasti seru-seru banget, yak. Jadi kangen mudik ke Jawa bareng keluarga, heuheu.

    BalasHapus