Hadir Sepenuh Hati di Aktivitas Harian

Pernah merasa lapar, padahal baru dua jam lalu selesai mencuci piring bekas makan siang? Atau dengan mudah menjadi lupa pada pesan yang disampaikan Ibu setengah jam yang lalu? Kamu merasa belum melakukan sesuatu, namun sebetulnya hal tersebut sudah kamu lakukan berulang-ulang di hari itu.  Mengapa itu bisa terjadi?
Tepatnya di mulai saat pandemi merebak, eks-perusahaan saya meminta agar semua bekerja di rumah. Rutinitas baru ini perlahan meleburkan jam kerja dan jam istirahat. Tambah lagi saat masuk ke tempat kerja yang baru─bersamaan dengan saya yang sedang mengambil studi magister. Dua tahun mencoba terbiasa dengan aktivitas huru-hara ini, saya jadi punya kemampuan baru, yaitu multitasking. Bahkan mengikuti dua kegiatan berbeda di satu waktu menggunakan dua perangkat berbeda pun saya merasa jago.

Sebuah pencapaian luar biasa bagi orang yang sebelumnya hanya bisa tenang saat satu kewajiban terselesaikan, dan baru bisa berlanjut ke kewajiban lain. Saat itu saya bersyukur bisa mengerjakan semua sekaligus, tapi mengapa batin ini tak pernah merasa aman?

Saya jadi lupa hari itu sudah makan atau belum. Mengingat catatan-catatan penting di luar pekerjaan pun jadi sangat sulit, sehingga beberapa momen penting terlewat. Saya jadi suka mengulangi pertanyaan yang sama─dan yang paling parah adalah saya bisa menengok jurnal harian berkali-kali hanya untuk memastikan satu hal yang sama sudah saya selesaikan.

Ini jadi sangat mengganggu, sebab saya seperti dihantui pertanyaan “Tadi sudah melakukan ini, belum, ya?”.

Satu hari, kantor mengundang seorang psikolog untuk agenda monthly booster. Hari itu saya dapat jawaban dari kegiatan aneh berulang yang tiba-tiba menyerang.

Jawaban yang saya dapat adalah saya tidak hadir sepenuh hati dalam tiap aktivitas, sengaja membuat fokus terpecah, sehingga mudah melupakan sesuatu yang─mungkin saat itu─saya pikir bukan informasi dan pesan yang terlalu penting. Atau mungkin saya kira hanya aktivitas yang bisa dikerjakan dengan ‘sekadar melakukan’.

Ternyata saya salah.

Misalnya seperti ini, saat itu saya lapar dan harus makan, namun agenda zoom meeting tak bisa ditinggal. Akhirnya saya makan sambil mata tetap menatap monitor. Aktivitas makan hanya sekadar makan, bagi saya saat itu. Akibatnya? Saya mudah lapar, sampai terkadang lupa sudah makan apa belum. Berat badan bertambah, sampai akhirnya harus diet ketat agar kembali seperti sedia kala.

Seperti anak nakal yang tak mendengar orang tuanya, saya harus bertanya lagi dan lagi mengenai permintaan apa yang Ibu saya minta lima belas menit lalu. Padahal bisa jadi saat itu saya dengar, namun perhatian kembali tersita ke hal tertentu. Batin terasa tak tenang karena terlalu banyak perasaan yang dipendam. Kemudian saya sadari bahwa akibat perhatian yang selalu tersita, bahkan membuat saya tak punya waktu memvalidasi perasaan diri sendiri.

Karena sudah merasa sangat menyebalkan, saya coba mencari cara agar bisa hidup dengan hadir sepenuh hati di tiap aktivitas harian. Setidaknya, ada beberapa saran yang bisa jadi pertimbangan buatmu yang juga sedang di posisi saya kala itu.

1. Kurangi multitasking untuk aktivitas yang perlu menghadirkan kesadaran diri penuh

Kiat sederhana melatih kesadaran diri penuh pada satu aktivitas adalah mempraktikannya dengan usaha mengurangi hal-hal yang membuyarkan fokus. Ini bisa dimulai dari praktik mindful eating, berupaya sebisa mungkin memusatkan perhatian pada aktivitas makan tanpa ditemani youtube atau tiktok. Memiliki kesadaran penuh atas aktivitas makan akan membuatmu mudah mengenali kapasitas porsi makan serta waktu untuk berhenti makan.

Setelah berhasil melakukan mindful eating, perlahan coba praktikkan ke aktivitas yang lain. Ingat, kesadaran diri penuh mengajakmu untuk berjalan lebih lambat namun pasti, daripada berlari tanpa mengetahui ke mana arah dan tujuannya. Kata kuncinya adalah fokus pada satu aktivitas hingga tuntas.

2. Ambil waktu menghela napas, kenali perasaanmu, lalu cari solusi!

Kamu boleh bahagia, sewajar kamu boleh merasa kecewa. Kamu boleh menangis, seringan kamu tertawa. Tiada yang melarang kamu bersedih, namun harus kamu sadari bahwa terlalu lama meninggalkan suatu masalah untuk bersedih tak membuatnya usai.

Satu-satunya yang bisa mengenali perasaanmu, ya kamu sendiri. Pastikan kamu mengenali kecenderungan-kecenderungan apa yang bisa membangkitkan masing-masing perasaanmu. Kamu tak harus selalu merasa baik-baik saja. Ambil waktu untuk memvalidasi perasaan yang sedang dirasakan, agar kamu bisa berpikir lebih bijaksana langkah apa yang jadi strategi selanjutnya.

3. Membangun kebiasaan dengan Today Planner List

Banyak orang menyadari bahwa ada masalah pada dirinya, misalnya, rasa malas membuatmu harus menunda pekerjaan. Pekerjaan yang tertunda membuatmu harus mengerjakannya di satu waktu yang bersamaan. Alih-alih memperoleh hasil yang baik, pekerjaanmu justru berantakan.

Sudah saatnya membangun kebiasaan baru dengan bantuan buku agenda. Usahakan di malam sebelumnya kamu sudah menuliskan to do list untuk hari ini dan coba beraktivitas sesuai daftar tersebut. Kalau kamu berhasil, selamat! Kamu sudah melakukan yang terbaik.

Namun, mencatat segala daftar kegiatan harian sepertinya kurang tepat kalau tak diikuti dengan evaluasi ya?. Tentunya ada hal-hal yang tak bisa kamu capai semua dalam satu hari. Kalau begitu, tambahkan jadwal evaluasi diri di akhir pekan. Untuk merefleksi kembali apakah kebiasaan baru yang sedang kamu bangun sudah benar-benar kamu ikhtiarkan.

4. Mengurangi waktu penggunaan gadget

Pernah mendengar istilah puasa sosial media? Atau justru sudah pernah melakukannya?

Ya, kita sepakat bahwa gadget adalah distraksi paling besar di abad ini. Satu-satunya cara untuk kembali memulihkan perhatian dan mengurangi serapan informasi yang─bisa jadi kurang penting adalah dengan memadatkan waktu berselancar di dunia maya. Tak perlu melakukan puasa sosial media hingga seminggu penuh. Cukup mengetahui di pukul berapa waktu yang tepat untuk scroll timeline barang satu atau dua jam dalam sehari.

Hidup ini ibarat seorang musafir yang beristirahat di bawah pohon, hanya sejenak, kemudian ia bangkit lagi untuk melanjutkan perjalanan. Hargai tiap detiknya dengan menghadirkan kesadaran penuh untuk hari ini, demi masa depan lebih bahagia.

Posting Komentar

0 Komentar