Judulnya Curhat

 Jarum jam menunjuk pukul sepuluh lebih dua puluh menit.

Ah, nggak akan terkejar lagi, batinku.

Awal mula mengikuti kegiatan OPREC One Day One Post cukup mudah bagiku membagi waktu. Cuma perlu meluangkan waktu setelah subuh atau malam sebelum terlelap. Antara ke dua waktu itu biasanya aku sudah tenggelam di aktivitas ini itu.

Tapi, akhir-akhir ini jadi cukup berat buatku. Saat letupan ide di kepala tak sebanding dengan kapasitas tubuh. Saat ini kurenungkan lagi yang disampaikan kakak-kakak komunitas one day one post di hari pertama kami terkumpul jadi satu. Menjadi seorang penulis itu kuncinya cuma satu, fokus.

Kalau sudah fokus, pastilah konsistensi dan kepiawaian meramu kalimat akan mengikuti. Sedangkan yang terjadi padaku saat ini nggak fokus, membuat hobi yang kusukai ini malah terlaksana seada-adanya waktu. Beberapa tulisan terakhir yang kubuat nggak pernah buatku puas. Terlihat sekali kalau disusun dalam waktu singkat.

Semuanya bermula saat rentetan peristiwa tak terduga datang. To do list yang selalu kubuat di awal minggu bisa 2 sampai 3 kali berubah. Kacau. Baru kusadari juga kalau setiap bersih-bersih, helai rambutku mulai banyak tersapu. Welcome, stress. Kuharap kamu jangan lama-lama hinggap dalam pikiranku.

Akhir juni yang penuh sesak

Bukan, bukan sesak napas. Tapi isi kepalaku seperti sudah mengaktifkan emergency button. Error! Tempat penyimpanan habis. Kalau nggak gitu, kadang tubuh sudah sampai batas maksimal. Lalu ia ambruk dan terlelap barang 1 atau 2 jam.

Aku butuh strategi baru supaya semua bisa terselesaikan. Satu per satu ku coba mencari skema terbaik. Tapi memang kewajiban satu itu cukup menguras waktu dan energi. Sebalnya lagi, ini kewajiban yang menempati skala prioritas ke dua. Dahlah, kewajiban peringkat dua teratas itu nggak bisa diutak-atik lagi.

Sebenarnya aku beruntung bisa tergabung dalam grup Bhinneka, karena teman-teman di sana cukup aktif mengingatkan jika ada yang belum setor tulisan harian. Selain memang semuanya penulis handal. Tapi aku perlahan-lahan pudar dalam pandangan, haruskah aku pamit lebih dahulu sebelum namaku tereliminasi? Payah banget, belum-belum sudah pesimis.

Baiklah, mari berdialog dengan diriku sendiri, mengumpulkan kembali persediaan kewarasan dan legowo. Benakku menerawang kembali di buku memori minggu ini, memilah mana yang perlu disyukuri dan… diikhlaskan.

Satu project yang kukerjakan selama enam bulan ini dihentikan. Ibarat petir di siang bolong, berita ini cukup buatku galau. Aku punya sekitar delapan partner hebat yang menemaniku di project ini. Memikirkan dan menanti kabar bagaimana nasib kedelapan orang itu cukup bikin asam lambung naik tiap malam.

Belum lagi, serangkaian sikap orang-orang terdekat yang terlalu reaktif. Rasanya latihan mental minggu ini cukup berat. Cuma bisa berharap yang terjadi saat ini bisa semakin menguatkan aku di kemudian hari.

Posting Komentar

5 Komentar

  1. EHH MON MAAP KAK TASYA PUNYA POTENSI SEGEDE GABAN MASA MAU PAMIT, MAU NYERAH? JANGAN DONGGG

    BalasHapus
  2. Tapi, nikmatin aja prosesnya, ya, Kakk. Emang enggak mudah, kok. Tapi inget tujuan awal kita masuk ODOP untuk apa? Kak, you are not alone. Kita berjuang bareng-bareng. Kita pasti bisa lulus, kok! SEMANGAT!

    BalasHapus
  3. Semangat kak, kaka pasti bisa kok menghadapi ini semua. Saran aku kalau bingung atau stuck minta pendapat teman-teman di grup saja.

    BalasHapus
  4. yuk semangat kak, pasti bisa kok

    BalasHapus
  5. Honestly, mataku langsung terfokus pada kalimat, apa aku harus pamit lebih dulu sebelum namaku tereliminasi? No..no.. Big no!

    Enggak boleh, tau banget rasanya ngerjain "tugas" OPREC ini, apalagi semuanya seolah datang bersamaan, jadi sesak memikirkannya, memikirkannya aja sesak. Setuju sih, Juni ini sesak banget rasanya. Semangat dong kak Tasya. Bisaa...bisaaa yuk kita bisa

    BalasHapus