Mari Lebih Peka Pada Kesehatan Payudara

Jagad maya sedang ramai membahas isu kesehatan payudara setelah Marshanda mengumumkan dirinya terkena tumor payudara. Beragam platform media segera menaikkan artikel dan infografis seputar tumor dan kanker payudara. Bukan hanya untuk kepentingan engagement semata, namun kesadaran atas kesehatan payudara memang perlu digaungkan berulang-ulang.

Untuk yang sedang berjuang seperti Marshanda, semoga selalu diberi kekuatan dan kelancaran dalam upaya penyembuhan. Untuk para puan lainnya, jadikan momen ini sebaik-baik pengingat untuk merenungkan kembali bagaimana pola hidup dan derajat stres diri. Sebab tumor payudara yang cenderung ganas─biasa disebut kanker payudara─saat ini menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia.

Selain Marshanda, ingatkah pada Robby Purba yang sempat membagikan pengalaman operasi tumor payudaranya? Benar, bahkan pria pun tidak terhindar dari kemungkinan pertumbuhan sel abnormal di kelenjar payudara.

Tumor payudara masuk dalam daftar penyakit tidak menular yang belum pasti penyebab utamanya. Namun jangan khawatir,  kita bisa mengenali beberapa faktor risiko yang menstimulasi pertumbuhannya, sehingga ikhtiar penyembuhan bisa lebih awal dilakukan.

Nah, sebagai sesama penyintas tumor payudara, izinkanlah saya berbagi kisah agar teman-teman bisa mengambil pelajaran penting untuk lebih peka pada kesehatan payudara.

Tumor payudara: Hadirnya tak terasa, sakitnya luar biasa

Bermula sekitar tahun 2017, hari-hari terlewati seperti mahasiswa kebanyakan. Sebetulnya, tahun tersebut justru fase saya sangat giat berolahraga sampai jadi member gym, yoga, aerobic, dan rajin home workout. Betapa bangga dengan tubuh kala itu, mungkin jadi alasan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala menguji saya dengan memberi teguran.

Mulanya, tiap nyeri yang saya rasakan saat sepeda motor melaju di atas polisi tidur hanya jadi angin lalu. Makin lama makin solid bentuknya─seperti kerikil mengganjal di sela-sela bagian dalam payudara kanan. Saya masih menolak kenyataan bahwa ada yang asing di tubuh saya, hingga akhir tahun, rasa takut itu masih menang meskipun hal ini sangat salah.

Sampai satu hari di pertengahan tahun 2018, pejuang kanker payudara di keluarga saya menghembuskan napas terakhirnya setelah bertahan hidup dari kemoterapi. Di tengah duka, sejujurnya di tahun ini rasa nyeri yang muncul mulai mengganggu, gambarannya seperti ada sesuatu yang berdentum dari dalam benjolan disertai nyeri tak berkesudahan selama lima menit. Karena tak tahan lagi dengan sakitnya, akhirnya saya berani bilang ke orang tua setelah hampir satu tahun bungkam.

Saya dianjurkan periksa ke dokter spesialis onkologi di salah satu rumah sakit swasta di Kota Malang. Dokter dan tempat yang sama mengobati adik nenek saya yang meninggal karena kanker tadi. Kurang lebih ada tiga tahap yang saya lalui.

Tindakan pertama, dokter mengobservasi letak benjolan tersebut secara manual, kemudian dilanjut dengan pemeriksaan mammogram untuk melihat lebih jelas letak, struktur, dan kecenderungan benjolan termasuk tumor jinak atau ganas. Mammogram ini seperti USG yang memeriksa tidak hanya di bagian payudara saja, namun juga bagian ketiak untuk mendeteksi adanya benjolan lain.

Tindakan kedua adalah diagnosis oleh dokter sesuai hasil pemeriksaan mammogram. Hasil analisis dokter mendiagnosis benjolan itu sebagai fibroadenoma mammae (FAM). FAM ini tergolong salah satu jenis tumor payudara jinak yang berbentuk padat dan mudah digerakkan. Meski jinak, tumor ini harus segera dikeluarkan karena bisa membesar. Sehingga saya segera dirujuk melakukan tindakan ketiga yaitu operasi pengangkatan FAM tersebut.

Operasi berjalan 3-4 jam dengan bius total, namun bekasnya tertinggal sepanjang hayat.

SADARI agar terdeteksi lebih dini

Mencoba sedikit mengingat kembali penjelasan dokter saya saat itu bahwa tumor payudara ada dua jenis, yaitu jinak dan ganas. Nah, keduanya bermula dari satu titik di dalam payudara yang tiada henti mengalami pertumbuhan sel dan mengambil tempat jaringan sel sehat lainnya. Sel abnormal ini terus bertumbuh karena penderita terpapar faktor risiko. Ada yang jinak dan ada yang menjadi ganas atau kanker.

Agar dapat terdeteksi lebih awal, kita perlu merutinkan enam tahapan Periksa Payudara Sendiri (SADARI) pada 7 hingga 10 hari setelah menstruasi mengikuti intruksi Yayasan Kanker Indonesia berikut ini.

1) Berdiri tegak menghadap cermin. Mulai deteksi adanya perubahan pada bagian payudara dari bentuk, puting, dan kulit permukaannya.

2) Angkat lengan ke atas dengan tekuk siku serta meletakkan tangan di belakang kepala seperti melakukan peregangan. Dorong siku ke depan dan ke belakang selama beberapa kali untuk melihat adanya perubahan bentuk maupun ukuran payudara.

3) Letakkan ke dua tangan di pinggang sambil mencondongkan bahu ke arah depan. Lalu, gerakkan siku ke depan bersamaan dengan mengencangkan otot dada sehingga payudara menggantung.

4) Angkat satu lengan ke atas dan melipat siku seperti gerakan nomor 2. Gunakan jemari dari tangan satunya untuk meraba payudara secara perlahan dengan gerakan vertikal, horizontal, dan memutar. Rasakan apabila ada benjolan di bagian dalam payudara. Lakukan gerakan serupa pada payudara satunya.

5) Cobalah untuk mencubit puting secara perlahan dan cermati apabila ada cairan yang keluar darinya. Jika ada, sebaiknya segera dikonsultasikan pada dokter.

6) Tidurkan tubuh, letakkan bantal pada salah satu bahu. Angkat salah satu lengan ke atas dan mulai mendeteksi adanya benjolan seperti gerakan nomor 5. Secara bergantian lakukan juga pada payudara satunya. 

Pesan saya, tetap jaga pola hidup sehat dengan konsumsi buah dan sayur. Jangan lupa mengurangi paparan faktor risiko, salah satunya adalah mengurangi makan daging olahan dan segala sesuatu yang terlalu instant. Percayalah, sumber makanan terbaik adalah semua bahan makanan yang dekat dengan wujud aslinya.

Posting Komentar

0 Komentar