Mendol Kecil dan Buk Boyo

Panggil saja ia 'Si Mendol', sebab anak perempuan jahil berambut kriwil ini punya obsesi berlebih pada lauk olahan tempe berbumbu khas Jawa Timur tersebut. Tiap keluarganya ada rezeki, sesekali diajaklah Si Mendol ke warung rawon atau soto. Setelah celingak-celinguk memeriksa barisan piring di atas meja, pertanyaan yang sama selalu terlontar “Ada mendol, ndak?”.

Mendol kecil diasuh banyak orang. Kadang orang tuanya membawa ia ke rumah percetakan di Bangil, tempat sepasang suami-istri tinggal. Lain waktu saat bangun, bisa jadi ia sudah di atas kasur pegas dengan aroma herbal memenuhi ruangan. Itu rumah nenek Si Mendol yang penjual jamu. Ia memanggil neneknya Buk Boyo. Ibuk yang tinggal di Suroboyo, biar gampang. Gara-gara Si Mendol, semua orang pun ikut memanggil wanita paruh baya itu Buk Boyo.

Meski masa kecilnya bak pertandingan liga di teve, oper sana-sini, Mendol bahagia-bahagia aja. Kelak inilah yang membuat Mendol mudah beradaptasi di mana saja.

Suatu hari, selepas Buk Boyo menuang ramuan jamunya ke dalam botol aqua satu literan yang terakhir, Si Mendol langsung diangkut ke kamar mandi. Dimandikan ia sampai bersih. Sehabis membenahi Si Mendol, ganti Buk Boyo yang bersiap diri.

“Ayo makan ayam goreng” ujar Buk Boyo sambil bersiul, menandakan suasana hatinya sedang bagus. Si Mendol berlari menuju halaman rumah, hatinya sumringah.

Seingat Mendol Dewasa, rumah Buk Boyo tak begitu besar. Berada di pinggir Jalan Karah yang saat itu masih ramai pedagang, warung, dan pertokoan. Pagar masuknya sempit, setelah melewati pagar di sebelah kiri terdapat bangunan kecil yang muat untuk dua orang.

Di kios mungil itulah Buk Boyo melayani pelanggan dari habis magrib sampai jam sepuluh malam. Di belakang kios ada halaman berumput dengan banyak tanaman yang disayang Buk Boyo sepenuh hati. Sebuah bangunan menghadap halaman, sayangnya, sekuat apapun Mendol Dewasa mengingat-ingat, gambaran jelas rumah itu telah kabur tertimbun waktu.

Buk Boyo memanggil becak langganannya di seberang jalan, mereka berangkat menuju tempat makan ayam goreng kesukaan Si Mendol. Rumah makan itu bernama “Mama Kremes”, tempatnya di pinggir jalan besar. Lagi-lagi karena masalah ingatan, Mendol Dewasa payah menjelaskan letak tempat makan favoritnya. Ironisnya lagi, saat Mendol kembali ke kota metropolis ini sepuluh dan dua puluh tahun kemudian, Mama Kremes seakan menghilang tak meninggalkan jejak. Bisa jadi sudah terkubur tanah dan berganti menjadi pusat perbelanjaan.

Buk Boyo adalah orang yang ceria dan tak bisa ditebak. Tiap kali Mendol menginap, ada saja kegiatan menarik yang direncanakan bersama cucu pertamanya mulai pagi hari. Mendol ingat betul bahwa Buk Boyo memulai hari sangat pagi meski semalam beliau kewalahan melayani pembeli di kios jamunya. Setelah salat subuh─Mendol yang saat itu belum diajarkan beribadah─di tengah tidurnya bisa mendengar dengan jelas Buk Boyo berdoa dengan air mata berderai-derai.  Beberapa kali tanpa sepengetahuan Buk Boyo, bahkan Mendol sempat ikut terisak dengan mata masih terpejam.

Usai dengan doanya, Buk Boyo akan segera bangkit menuju dapur dan mulai merebus segala tetek bengek dagangannya. Sekitar pukul 6 pagi dari dapur akan terdengar siulan nyaring berulang-ulang yang dengan mudah membangunkan Mendol. Mendol Kecil sempoyongan menuju dapur karena nyawanya belum kembali sepenuhnya. Ia akan menunggu Buk Boyo menyelesaikan urusan dapur sebentar, kemudian mereka ke luar dari pintu di ujung dapur menuju pasar di belakang rumah.

Pulang dari pasar Mendol dapat banyak jajan, tapi yang paling ia suka adalah cenil dan mainan perahu othok-othok berbahan bakar dinamo yang lagi tren saat itu. Siang harinya─kalau Buk Boyo tak ada rencana─Mendol hanya bermain sendiri di ruang tamu, di kamar Buk Boyo, maupun di halaman. Oiya, ada ruangan yang sangat ditakuti Mendol Kecil di rumah itu, yaitu kamar yang ada di sisi ruang tamu, kamar Om Si Mendol. Pernah saat iseng mengintip Buk Boyo membersihkan kamar itu, Mendol bisa melihat dua keris tergantung di tembok. Serem abis.

Tapi Om Si Mendol sebetulnya tak semenakutkan itu, meski memang karakter mukanya tajam. Orangnya iseng dan jahil, sering membuat Mendol menangis─tapi Mendol sendiri kadang suka cari gara-gara. Baik Buk Boyo dan Om sama-sama memanggilnya Mendol dan beragam macam sebutan aneh lainnya. Di kemudian hari Mendol Dewasa menyadari bahwa kebiasaannya memberi panggilan unik ke orang-orang terdekat tak lain dan tak bukan adalah hasil warisan kedua orang itu.

Waktu itu Om Si Mendol bekerja di salah satu pemandian yang tersohor di Kota Surabaya. Alhamdulillah Mendol Kecil selalu kecipratan rezeki nomplok─renang gratis berjam-jam sampai tangan keriput. Keseringan diajak ke pemandian oleh Omnya, berenang pun jadi satu-satunya olahraga yang ia cinta.

Tak banyak yang bisa digambarkan dengan detail, namun kehangatan rumah beraroma jamu itu selalu terkenang hingga kapanpun. Menghadirkan kembali bayang-bayang lawas yang meneduhkan hati. Sambil menahan air mata, Mendol Dewasa mengakhiri tulisan ini cukup sampai disini.

Kisah Mendol Kecil ditulis untuk mengenang Ibu Tatik Poerwiyati Rahimahullah,

Kota Surabaya, dua puluh tahun silam.

Posting Komentar

9 Komentar

  1. Tulisannya smooth banget ya kak. Setiap baca karya kaka tasya penggambarannya selalu terasa jelas dan easy to read. Memori adalah hal berharga <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah tabarakallah, terima kasih kak. Mengikat kenang dalam tulisan nih <3

      Hapus
  2. Saya suka tulisan-tulisan Kakak. Dan saya sekarang penasaran dengan yang namanya mendol

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, gimana nih apa kita kirimin mendol aja biar cobain? Hihihi

      Hapus
  3. Tiba-tiba 'makdeg' di awal paragraf terakhir.... Speed baca aku melambat dan semoga Ibu Tatik Poerwiyati Rahimahullah tenang di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak, terima kasih banyak doanya.Doa terbaik untukmu juga, kak. Semangaat

      Hapus
  4. Narasinya sangat jelas sekali kak Tasya, kak Tasya memang jago menggambarkan sesuatu dengan ringan tapi mampu membuat pembaca berimajinasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, masih belajar kak. Ingin jadi yang bisa menginspirasi seperti Kak Siti tentunya <3

      Hapus
  5. skrg mendol kecil sudah usia 26

    BalasHapus