Si Pendatang Baru #2

Tangannya yang beku dipaksa mendorong pagar kayu cat hitam hingga menutupnya kembali. Bayangnya melewati gudang di sebelah kiri menuju bangunan utama; rumah abu berdinding batu dengan jendela kecil berkerai putih. Tanpa mengetuk, ia mendorong tuas pintu kayu bercat putih hingga terbuka lebar menampakkan ruang keluarga sederhana. Di ruangan berukuran 3 x 4 meter ini hanya ada sepasang sofa motif mawar membelakangi perapian yang menempel di dinding, duffet berisi buku-buku, dan karpet yang mengalasi seluruh ruangan. 

Seorang anak laki-laki muncul dari bilik di sebelah kiri, penghubung dengan ruangan lainnya. Anak laki-laki itu menatapnya dengan senyum lebar, kemudian berlari mendekap pahanya.

“Baba sudah pulang!” teriak si anak laki-laki mengeratkan pelukannya. Laki-laki yang dipanggil Baba itu lantas mengelus kepala anaknya, sambil sedikit melonggarkan pelukan si kecil karena ia harus segera memerika sesuatu.

“Khayr, Umma dimana?”

“Ada di ruang kerjanya”

Baba segera menggendong anak laki-laki berusia sekitar lima tahun itu, tanpa melepas mantel ia bergegas menuju ruang kerja istrinya. Rumah ini hanya terdiri dari ruang keluarga, dapur jalan yang bersebrangan dengan toilet, meja makan dengan empat kursi, dan tiga kamar tidur yang saling berdampingan.

Sumber: https://www.cottages.com/

Sumber: https://www.cottages.com/

Ketiga kamar itu berhadapan dengan meja makan dan jendela besar menampilkan hamparan hijau lembah blackmore. Kamar paling ujung berada di dekat pintu dorong menuju beranda rumah digunakan oleh suami istri itu. Kamar kedua di bagian tengah adalah kamar Khayr. Sedangkan kamar ketiga yang paling sempit, bersebelahan dengan toilet dan dapur jalan, disulap jadi ruang kerja Umma.

“Wah, sudah datang, cintaku. Kok ndak salam? Apa aku ndak dengar?” tanya Umma sambil mengecup punggung tangan Baba.

“Kamu masak apa? Plis, jangan bilang─”

“Masakan favoritmu, Ba. Ndak bahagia?” Umma melesat keluar ruangan menuju tudung saji yang ada di dapur jalan. Dibelakangnya Baba mengikuti sambil tetap mendekap Khayr. Sesaat setelah Umma membuka tudung saji itu Baba memekik.

“Umma! Kok bisa masak ikan asin sambel terong terasi disini, toooh”

“Umma mau kasih surprise berhasil bawa ikan asin sama terasi kesukaan Baba di koper” suaranya melirih melihat raut muka suaminya seperti terbebani sesuatu. Waduh, ada yang salah nih, batinnya.

“Pantesan kemarin Baba udah curiga, barang apa dibungkus lima lapis kayak gitu. Kamu bikin geger seisi desa tahu, ndak? Di luar mereka lagi cari pusat bau ini”

“Lho, mosok toh, Ba?” 

“Iya, itu lho liaten sendiri. Kamu ndak bau soalnya kita serumah lagi flu”

Umma terdiam menunduk, alisnya menurun, “Terus gimana?”

“Udah gini aja”

Baba menurunkan Khayr yang sedari tadi hanya memperhatikan kedua orang tuanya. Bola matanya masih menatap Baba yang menuangkan semangkuk penuh ikan asin sambel terong ke dalam wadah plastik, dihadapan Babanya ada Umma diam termangu. Setelah mengintruksikan sesuatu kepada Umma, Khayr dibawa ke kamarnya dipakaikan dua lapis baju hangat dan satu mantel biru dongker. Ummanya pun juga segera meraih mantel peach yang tergantung di balik pintu kamar. Sambil dipandu Baba, mereka berjalan keluar dari rumah pertama kalinya sejak lima belas hari yang lalu.

Sepeda petugas keamanan yang tadi terparkir di depan pagar rumah tetangganya tak terlihat lagi. Mereka terus berjalan naik sampai keluar dari gang Kingsman Lane yang ada di antara deretan rumah bata merah di kanan kiri. Setelah mengedarkan pandangan, mereka berjalan masuk ke pekarangan salah satu rumah bata di seberang kanan jalan dekat pintu masuk taman. Benar saja, sepeda petugas keamanan itu terparkir disana. Lima pasang mata memperhatikan mereka dari dalam ruangan. Semakin dekat, sorot mata kelimanya makin melebar, salah satunya bahkan segera menutup hidung dengan kedua tangan.

Sumber: https://themovemarket.com/

“Sungguh saya minta maaf atas kegaduhan yang terjadi,” ujar Baba, “Sedikit kurang pantas menyapa tetangga kami dengan tidak sopan melalui bau yang menyebar kemana-mana, sungguh, saya minta maaf”

Ia melanjutkan, “Baru dua minggu kami menempati rumah paling akhir di Kingsman Lane, kami datang dari Asia, tepatnya Indonesia. Agar mudah, panggil saja saya Baba, istri saya Umma, dan anak laki-laki kami, Khayr” Umma membungkuk memberi salam sambil tersenyum nanar.

“Ada sesuatu yang ingin saya tunjukkan, Umma tolong dibuka”

Sesaat kemudian Khayr diturunkan dari gendongan, anak itu masih terdiam melihat sekeliling berusaha memproses apa yang sebenarnya terjadi. Umma membuka bungkusan putih yang dibawanya, ia masih mencoba mengungkit penutup wadah plastik agar terbuka, saat semua yang ada disana menjerit karena terkejut.

“Sungguh, tak bisa kupercaya!” pekik Bibi Jane dengan dialek cockney yang kental. Serentak semua yang ada disana menjauhkan tubuhnya dari bau menyengat yang makin jelas tercium. Sekilas mata si kakek tua nampak berkilat-kilat, namun lelaki itu segera menyembunyikannya.

“Pagi ini istri saya menyiapkan semangkuk ikan asin sambel terong, makanan kesukaan saya. Inilah sumber bau itu”

“Bagaimanapun, Sir─” Mark mencoba menengahi suasana. “Orang Inggris tak biasa dengan makanan berbau kuat. Apalagi sampai menimbulkan kegaduhan, mungkin ada sanksi yang harus kau bayar jika pelapor mau memproses pengaduannya lebih lanjut” ia menoleh ke arah si kakek tua.

“Mark, umm, saya cukupkan pengaduan itu sampai disini karena sumbernya sudah ditemukan. Setidaknya itu bukan mayat, kan? Hahaha” jawabnya parau sambil merangkul pundak Baba, “Sebagai gantinya saya akan ajarkan dia 1001 hal yang dibenci orang Inggris”

“Oh, Jack! Sepertinya kau mulai tak waras. Dia hampir membuat kira rugi!” Bibi Jane tak percaya dengan apa yang didengarnya, “Roti-roti kita bisa bau kalau dia memasaknya lagi”

Seorang wanita kurus berambut putih dengan gurat-gurat keriput di wajahnya segera merangkul Bibi Jane, “Jane, baunya tak akan sampai ke atas dan membuat rotimu rusak. Tenanglah” ujar nenek itu.

Bibi Jane tak bisa menahan rasa malu dan emosi dibalik kulit pucatnya, seketika mukanya merah padam seperti dasar belanga yang dipanaskan terlalu lama. Wanita tambun itu pergi. Saat masih berusaha memahami apa yang terjadi, Umma membalas senyuman si nenek kepadanya sambil berbisik lirih, terima kasih.

“Baiklah, kalau begitu kalian selesaikan sendiri. Saya akan melaporkan kalau masalah ini sudah selesai. Saya pamit” kepala petugas keamanan itu menunduk sejenak lalu menghilang bersama sepedanya di perempatan jalan.

“Terima kasih, Sir” ucap Baba sambil menjabat tangan si kakek.

“Mari masuk, kita bicarakan di dalam” kakek itu mengajak tetangga barunya masuk ke meja makan yang ada dalam dapur di bagian belakang rumahnya.

Saat melewati lorong bertangga di sebelah kiri, sebuah tangan meraih kerah mantel Khayr yang berjalan paling akhir. Langkahnya terhenti, wajahnya mendongak melihat seorang anak laki-laki lebih tua darinya, bermata biru dan berambut pirang keemasan berdiri di salah satu anak tangga.

“Kau ikut denganku”

Tangga kayu berbentuk L itu hanya muat dilewati satu orang sekali jalan, membelah dinding bata mengantarkan penghuni rumah ke lantai dua berisi tiga kamar tidur dan satu kamar mandi sedang. Anak laki-laki yang lebih tua menyelinap masuk ke salah satu kamar diikuti anak laki-laki yang lebih muda. Sampailah mereka di dalam sebuah kamar temaram yang tak banyak perabotan.

Sumber: https://www.cottages.com/

“Pertama, kau harus tahu pembicaraan orang dewasa itu membosankan” anak laki-laki yang lebih tua menjulurkan tangannya, “Lalu kedua, aku Hunter─MacLeod─of ─Skye. Panggil saja Hunter. Mulai hari ini kita berteman”

“Saya Khayr. Hanya Khayr” jawabnya. Mereka bersalaman.

“Kh…Kh─Hair?”

“Khhaayrr”

“Bukan main susahnya! Kupanggil kau Air seperti udara” Hunter menunjukkan jemarinya ke arah atas, Khayr mengangguk.

Ia paham bahwa orang-orang di negara ini akan kesusahan menyebut namanya, seperti yang diberitahukan Umma. Maka sejak saat itu ia resmi punya julukan baru, Air─seperti pelafalan udara dalam bahasa inggris.

“Sebagai temanku, mulai hari ini kau punya tugas menemaniku mengungkap misteri lembah yang bernyanyi di bawah sana”

Hunter membuka jendela kamar tidurnya yang mengarah ke luar, sambil mengangkat Khayr agar anak itu bisa melihat apa yang ia maksud. Sambil melihat arah yang ditunjuk oleh Hunter, padang rumput blackmore yang luas di belakang rumahnya, batin anak kecil itu bertanya-tanya.

Sumber: https://www.instagram.com/dargeelingtea/

Please note that all these beautiful pics do not belong to me and the copyrights are held by the respective owners as cited below.



Posting Komentar

6 Komentar

  1. Yaampunn :D ternyata bau ikan asinn toh xD dari eps kemarin udah penasaran sm bau itu aku kira genre thiller horror ternyata ada komedinya. suka bgt.
    ditunggu kelanjutannya kak ^^

    BalasHapus
  2. Pertama, aku suka narasinya yang jelas dan di imajinasi udah kebayang banget latar dan suasanya seperti apa. Ditambah Kak Tasya kasih foto untuk memperkuat narasi. Kedua, aku ngakak banget pas tau ternyata bau itu asalnya dari ikan asin, padahal itu baunya menggugah selera wkwkkw. Ketiga, kayaknya aku bakal suka sama karakter Khayr x Hunter. 🤣🤣🤍🤍

    BalasHapus
  3. Wah, saya kira terasi. Ternyata ikan asin. Feeling saya kok tidak enak dengan lembah yang bernyanyi itu ya. Semoga Khayr minta izin Umma dulu sebelum ke sana.

    BalasHapus
  4. Narasinya bagus, detail sekali. Dialog yang dituliskan juga tidak berbelit. Keren banget Tasya.

    BalasHapus
  5. Keren bangettt kaa.... Lucuu gemusss...😆

    BalasHapus
  6. Aku tertipu, kirain bak horor gitu karena ada bau-bau ternya bau ikan asin

    BalasHapus