Trajektori Aku Versus Makan

Melanjutkan bahasan tentang makan, sebelumnya mau curhat sedikit dulu pengalaman hidup saya sama aktivitas satu ini. Ih, penting banget ya bahas makan? Makan tinggal makan aja kok susah~

Susah! Buat saya yang punya keluarga genetiknya big size, badan ini gampang sekali melebar kalau lepas kontrol sama aktivitas makan. Saya punya riwayat kelebihan berat badan waktu SD hingga SMA kelas 1, kalau dibuka lagi album foto jaman-jaman itu… rasanya campur aduk. Benar, banyak memori bahagianya, tapi dukanya juga buanyak. Apalagi buat anak-anak sasaran bullying seperti saya.

Alhamdulillah sekarang sudah ikhlas, malah berteman baik dengan orang-orang yang bully saya dulu. Memang semuanya tidak mudah, prosesnya jungkir balik berusaha menemukan kewarasan.

Makin bertambah usia, makin menemukan jalan terang menguatkan kembali self-esteem yang pernah mereka hancurkan. Masa-masa gelap itu mendorong saya untuk memperbaiki hidup, setidaknya ada juga ibrah yang saya dapat dari perlakuan mereka.

Semoga Allah Azza Wa Jalla mengampuni kalian semua, dan jadikan pembelajaran yang saya petik dari pengalaman dahulu pemberat amal baik bagimu.

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.”─Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-A’Raf [7]: 31

Perjuangan menurunkan berat badan dan ambisi yang jadi boomerang

Pertama kali mengenal diet tepatnya saat kelas 2 SMA. Ada yang ingat diet ala Deddy Corbuzier dulu? Waktu itu sih sebutannya Obsessive Corbuzier’s Diet (OCD). Later on, saya tahu kalau ini diet intermittent fasting, disebut juga diet puasa atau diet dengan jendela makan tertentu.

Awalnya saya cuma mengikuti diet viral ini dengan mengatur jadwal makan secara bertahap, dari jendela makan 8 jam, 6 jam, sampai 4 jam sehari. Sebetulnya, di waktu atau jendela makan itu kita bisa makan apapun. Tapi karena saya udah kebelet kurus, saya ganti nasi jadi kentang, dan makan cuma kukus-kukusan. Tahu kukus, tempe kukus, telur kukus, ubi kukus.

Goreng-gorengan jadi musuh saya, sama sekali tak akan disentuh kalaupun ada. Tapi tetap biasanya saya menentukan cheating day, di waktu ini saya puasin tuh makan nasi, ayam goreng tepung, atau apapun yang tersaji di rumah, dalam batas wajar tentunya.

Karena masih muda (saat itu), pulang sekolah sekitar jam 13:00-13:30, masih kuat mampir lari di stadion kota. Sehabis lari bisa sampai jam 15:00, biasanya langsung renang di pemandian umum. Kalau ingat masa-masa itu, Masya Allah, pernah seaktif itu saya dulu.

Tak terasa lingkar pinggang semakin mengecil. Semula timbangan saya bisa sampai 80 kg, setelah berjuang bak pahlawan di medan perang selama kurang lebih 5-6 bulan, berat saya jadi 58 kg. Harusnya sih sudah ideal kalau dihitung dengan tinggi badan.

Namanya manusia, mencapai berat segitu masih belum memuaskan buat si Tasya remaja. Jadilah akhirnya diet yang semula sehat, malah jadi ekstrim. Tak sadar tubuh semakin diforsir, karena jarum timbangan makin ke kiri makin buat ia bangga.

Tujuan awal diet ingin lebih cakap mengontrol makan, berubah jadi rasa ingin menunjukkan pada orang-orang yang pernah merundung saya kalau saya bisa berubah. Bahkan menjadi orang yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya!

Ambisi dan napsu yang menguasai diri akhirnya menang. Berat saya turun drastis sampai 52 kg. Sempat bahagia karena pakai baju apapun muat, belum lagi relasi pertemanan semakin luas. Star syndrome menjangkiti hati karena tiap kali bertemu teman lama pasti dipuji.

Padahal, tidak ada reaksi khusus yang saya tampilkan selagi mendengar beragam puji-pujian itu. Tapi Allah Maha Tahu, Allah melihat hati saya makin meninggi. Tubuh yang sehat nan kuat itu tiba-tiba drop, hampir mengancam nyawa diri sendiri.

Perjalanan diet tak berkesudahan

Mengilhami kebodohan ambisi remaja yang melewati batas, memicu saya untuk menata lagi dan lagi niat hati ini tiap kali muncul ambisi lama yang kurang baik. Kalau sudah begitu, biasanya saya lepaskan niat untuk diet, dan makan seperti biasa. Dari pada harus masuk rumah sakit lagi.

Nampaknya kewajiban menjaga pola makan jadi tugas seumur hidup bagi saya. Jarum timbangan naik-turun soalnya. Kalau dipikir-pikir lagi, selama masa perkuliahan sarjana masih cukup aktif olahraga. Nah, kalau sekarang? Bisa dihitung jari hihihihi. Wajar kalau berat badan merangkak naik. Meski tetap saya sempatkan barang seminggu sekali untuk lari atau jalan kaki 2-4 km.

Karena sudah punya cukup ilmu yang diperoleh dari hasil ngulik sendiri, setidaknya punya bekal diet lebih benar tidak asal-asalan seperti sedia kala. Kalau ditanya sekarang BB-nya berapa, maap! Sengaja tidak dijawab karena takut stres mikirin angka. Pokoknya, sekarang lebih menakar mana makanan padat nutrisi dan yang tidak.

Meskipun tak selalu lancar saat mengambil jalan eat clean karena lingkungan belum mendukung, hehehe. Ada aja godaannya, terlebih kalau Mama yang masak.

Dari perjalanan diet tak berkesudahan ini, ada beberapa pembelajaran yang saya rangkum sebagai pengingat diri.

1. Sebaik-baik diet adalah diet dengan ilmu

Pastikan melakukan riset tentang bagaimana kebutuhan dasar tubuh. Zat-zat apa saja yang perlu dipenuhi, dan mana yang bisa digantikan atau diminimalisir. Minimal mengenali ragam jenis sumber gizi baik.

2. Diet sehat tak hanya berarti memangkas kalori, tapi melindungi diri dari malnutrisi dan risiko penyakit tidak menular

Siapa yang punya keluarga dengan riwayat diabetes seperti saya?

Kalau sudah begitu, sudah saatnya menjaga pola makan. Mutasi genetik dari nenek moyang kita punya faktor risiko tinggi mewariskan penyakit bawaan, lho. Beberapa penyakit yang bisa diturunkan selain diabetes, misalnya gangguan pembekuan darah (hemofilia), kekurangan sel darah merah berat (thalasemia), gangguan otak serius (alzheimer), penyakit jantung, dan kanker.

3. Diet yang berhasil adalah diet yang diupayakan dan dipertahankan

Kalau yang satu ini, basic banget tapi paling susah ya, Fellas?

Buat yang dietnya on-off demi mencari komposisi yang pas seperti saya, tetap semangat! Semoga segera berbuah hasil sesuai keinginan. Paling tidak, badan jadi lebih segar supaya tetap aktif beraktivitas.

Jadi, gimana pengalaman diet versimu? Tulis di bawah ya, Fellas.

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Poin ke tiga paling susah tapi sekaligus paling penting ya kak. Huhu—
    Yuk semangat para pejuang BB!!^^

    BalasHapus
  2. Poin 1 dan poin 3 mereka saling berhubungan ya kak Tasya, jika diet tanpa ilmu yang jelas, maka akan sulit untuk mempertahankannya..

    BalasHapus
  3. Jujur sih kak diet itu emang susah tapi harus di pertahankan demi hasil yang memuaskan

    BalasHapus