Who Am I and Why I Chose to Write

Kawan, tahukah apa yang membuat sebuah peradaban akhirnya dikenal dunia?. Baik kisah dibalik kemegahan, kekuatan, bahkan keruntuhannya, hingga jauh melampaui batas dan waktu. Ibaratnya seperti ini,

Bagaimana saat ini kita bisa merasakan nikmatnya hidup sebagai seorang muslim, apabila tiada Al-Qur’anul Karim. Bagaimana bisa kita tak bangga hidup di negeri yang terekam ratusan catatan perjalanan pelaut yang terpana atas kekayaan alam kita, hingga akhirnya muncul nama Nusantara hingga Indonesia.

Semua itu kita ketahui lewat tulisan. Beberapa kisah bahkan masih terdengar hingga kini. Terasa sangat lekat layaknya baru kemarin terjadi. Betapa besar ilmu yang dapat kita petik meski sang penulis telah beribu tahun meninggalkan dunia. Pernah membayangkan bagaimana sebuah tulisan beralih jadi guyuran amal jariyah menerangi kubur penulisnya?

Inilah kesan saya pada salah satu mahakarya yang dikaji semua muslim bahkan non-muslim di dunia, selain Kitabullah tentunya. Kitab ini bernama Riyadhush Shalihin atau taman orang-orang shalih. Penulisnya adalah Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala.

Kemudian, sosok lain yang paling dekat dengan masyarakat kita, termasyhur atas sekian karya fenomenal. Bahkan hidup di pengasingan pun beliau tak henti bersuara lewat untaian kata. Ada hujjah yang saya ambil dari beliau tentang mengapa saya perlu menulis, saya pun yakin, banyak penulis yang semangatnya berkobar dari frasa ini,

Tentu Al-Imam An-Nawawi dan Pram punya The Big Why masing-masing yang melandasi beliau dapat menghasilkan karya begitu fenomenal. Maka, disinilah saya berkisah tentang perjalanan mencari The Big Why versi saya.

Proses Menemukan The Big Why

Menulis sudah jadi kebiasaan saya sedari bangku sekolah dasar, baik di atas buku harian atau Blog yang saya buat saat itu. Pada fase itu, jujur tulisan saya hanya seputar curhat khas anak-anak puber. Terkadang juga jadi media ternyaman untuk mencoba bertahan dan sembuh dari beberapa kejadian traumatis masa kanak-kanak saya.

Bertumbuh remaja, bacaan saya mulai berubah. Saya suka buku-buku yang mengangkat tema kemanusiaan, sosial, dan budaya. Bersamaan dengan perkuliahan yang menuntut untuk lebih peka terhadap fenomena dan isu sosial di sekitar. Mulai percaya diri dengan tulisan yang saya buat─karena sudah mulai terbiasa untuk berpikir kritis juga─Saya mengirim beberapa opini ke platform media online. Beberapa manuskrip berhasil terpublish baik yang jelas menyertakan nama maupun anonim.

Masuk fase dewasa dan merasa punya tuntutan untuk segera bekerja, saya sangat bersyukur bisa dibayar melalui tulisan. Meski memang hanya berstatus ghost writer untuk penulisan ilmiah. Kemudian, di titik inilah saya menyadari kalau terus begini, saya benar-benar bisa hilang dari peradaban. Bacaan saya pun berganti ke buku-buku spiritual dan pengembangan diri.

Saya menyadari betul bahwa raga ini akan ada waktunya untuk berpulang. Namun sebelum itu, keinginan untuk menuliskan hasil observasi di lingkungan sekitar saya, serta bagaimana cara saya dan orang-orang terkasih hidup di masa kini, mendorong saya untuk menantang diri agar mendalami kepenulisan kreatif.

Benar. Saya ingin abadi lewat tulisan. Setidaknya untuk dibaca oleh keturunan saya mendatang. Namun, alasan untuk ‘hanya tetap menulis’ rasanya masih kurang tepat. Setelah menulis, apa sebetulnya yang saya inginkan?

Saya masih mencari apa sebetulnya arah yang ingin saya tuju dari menulis. Pencarian saya berlabuh di sebuah komunitas menulis bernama one day one post (ODOP), kemudian atas izin Allah dan kemuliaan hati pengurusnya untuk berbagi ilmu, saya berhasil menemukan konsep The Big Why dan jawaban dari pertanyaan saya sebelumnya.

Peta Jalan The Big Why Menulis Versi Saya

Malam itu, setelah Kak Florensia mengakhiri materinya tentang ‘Mengapa Menulis?’, bak angin segar berhembus dan membangunkan saya dari tidur panjang. Saya raih secarik kertas dan mulai menuliskan refleksi tentang apa The Big Why untuk menulis saat ini, serta harapan jangka menengah dan jangka panjang.

Kira-kira begini hasil pemetaan saya sesuai materi yang disampaikan Kak Flo,

Untuk mencapai tujuan menengah dan jangka panjang ini, ada beberapa strategi yang saya buat. Barangkali untuk teman-teman yang baru menekuni bidang penulisan kreatif seperti saya, tips ini menurut saya cukup mudah untuk dilakukan.

1. Terbukalah dengan sekitar, jadilah orang yang lebih peka

Jadikan telingamu indera pendegar paling tajam, matamu buatlah jadi alat perekam paling canggih. Melakukan observasi sebelum menulis itu penting. Agar apa yang kamu tulis tak berakhir hanya jadi untaian kata usang─sebab terlalu banyak orang sudah membahas hal serupa dengan sudut pandang dan karakter sama. Ini dapat diperoleh saat kita:

a) Membaca

b) Niat mengikuti kelas pelatihan sesuai ketertarikan masing-masing

c) Mengikuti kajian

d) Intinya, semua hal berkaitan dengan aktivitas mencari ilmu.

Ilmu yang didapat semakin padat, maka menulislah kamu. Namun ingat, semakin banyak yang kita ketahui, baiknya semakin pula kita melakukan intropeksi (muhasabah) diri bahwa sejatinya masih banyak hal yang tidak kita ketahui.

Tiada yang perlu disombongkan. Jadilah padi, yang makin merunduk saat ia semakin tua.

2. Konsisten menulis dalam waktu yang ditentukan

Bila belum menemukan tipe tulisan seperti apa yang saya nyaman dan suka, maka tak perlu putus asa. Tetap paksa diri untuk menulis sebagai latihan membangun konsistensi. Ingat pepatah, menjadi bisa karena terbiasa, bukan? Tentu saya pun menyadari kalau aktivitas menulis ini bukan kegiatan yang main-main. Cukup menyita fokus dan waktu.

Kalau boleh saya saran, lakukan kegiatan menulis rutin setidaknya sebulan tanpa celah. Mulai dari yang mudah dahulu, misalnya tulisan dengan 400 kata.

3. Membuat kerangka pikir (outline) dari tiap gagasan yang muncul

Perlu disadari bahwa waktu-waktu kreatif tak selalu datang tiap hari. Satu waktu mungkin kita bisa sangat bersemangat menulis karena kebanjiran ide. Namun, satu waktu yang lain tiba-tiba kita merasa jalan di tempat, seperti proyek mangkrak, otak kita seakan mati suri. Itu wajar dirasakan tiap penulis.

Oleh karena itu, selagi datang ide di kepala, buatlah kerangka pikir atau outline berisi poin-poin utama tulisan kamu akan membicarakan soal apa. Saya rasa baik di penulisan ilmiah dan kreatif memang menyusun kerangka pikir adalah satu langkah paling membantu.

Nah, kalau kamu berhasil melakukan tiga tips sederhana tersebut, saya ucapkan selamat! Kamu adalah seorang penulis. Jangan patah semangat.

Saya harap kamu terus semangat menulis sebagai bentuk bekerja untuk keabadian, hingga mampu menciptakan karya yang menginspirasi banyak orang.

Posting Komentar

0 Komentar